Setelah mengalami beberapa kali penundaan, film yang rampung di bulan Januari tahun 2023 silam ini sejatinya direncanakan untuk tayang pada awal tahun 2024. Sayangnya, rencana tinggal rencana, karena mogok WGA dan SAG-AFTRA, “Mickey 17” akhirnya ditunda hingga awal tahun 2025.
Hingga review ini ditulis, “Mickey 17” mendapatkan skor 89% alias fresh dari RottenTomatoes. Kini film terbaru dari sutradara peraih Oscars dan Palme d’Or Bong Joon-Ho (“Parasite“) tersebut bisa disaksikan mulai 5 Maret 2025 di Indonesia. Seperti apa?
A Deadly Groundhog Day
Diadaptasi dari novel “Mickey 7” karya Edward Ashton, “Mickey 17” berkisah tentang kehidupan Mickey Barnes (Robert Pattinson, “The Batman“) yang terpojok gara-gara ulah sahabat sekaligus partner bisnisnya, Timo (Steven Yeun, “Minari“).
Kedua pria yang tumbuh di panti asuhan yang sama ini terjerat hutang yang cukup besar dari seorang lintah darat dengan hobi mematikan. Mengingat keduanya tak memiliki jalan untuk bisa melunasi hutang, Mickey dan Timo akhirnya memutuskan untuk kabur ke luar angkasa dan bergabung dengan ekspedisi Niflheheim.
Ekspedisi Nifleheim dipimpin oleh seorang politisi ala Trump yang sangat menyebalkan bernama Kenneth Marshall (Mark Ruffalo, “Avengers Assemble“) dan istrinya Ylva (Toni Colette, “Hereditary“). Tujuan utama ekspedisi ini adalah untuk menemukan koloni baru dan menebar populasi manusia di planet tersebut.
Mickey yang kebielet kabur mendaftarkan dirinya menjadi seorang ‘expendable’ tanpa membaca dengan lengkap apa yang sebenarnya ia harus lakukan di ekspedisi tersebut. Namun nasi sudah menjadi bubur, kini Mickey harus mati berkali-kali dan dihidupkan kembali berkali-kali untuk menjadi kelinci percobaan sains di ekspedisi Nifleheim.
Mulai dari Mickey 1, 2, 3 dan seterusnya, Mickey Barnes harus merasakan kematian dengan berbagai cara. Mulai dari gas beracun, hingga pembakaran bara. Lalu, apa yang spesial dengan Mickey 17? Alias Mickey Barnes yang telah di-clone berkali-kali?
The Most Detestable Villains
Jika ada penghargaan untuk villain paling mengesalkan, Mark Ruffalo dan Toni Colette pasti memenangkan award ini dengan instan. Karakter Kenneth Marshall yang digambarkan oleh Mark Ruffalo benar-benar berhasil membangkitkan rasa benci yang teramat sangat dari penonton, termasuk penulis.
Kenneth Marshall tidak hanya bodoh, narsis dan mabuk kekuasaan, dia juga seksis. Belum lagi karakter Ylva yang sungguh tak napak tanah benar-benar membuat siapapun yang menyaksikan tingkah laku duo villain ini pasti kesal sampai ke ubun-ubun. Either way, that mean they did their job brilliantly!
Tentu saja sebagai pemeran utama, Robert Pattinson juga sukses memerankan dua Mickey yang berbeda kepribadian. Masing-masing dengan daya tariknya tersendiri. Kalau dari segi akting, tentu tak perlu dipertanyakan lagi. Pattinson shines bright baik sebagai Mickey 17 maupun Mickey 18.
Bong Joon-Ho juga tetap bersenang-senang dalam pembuatan film berdurasi 2 jam 17 menit ini. Selain menyelipkan elemen “Okja“, Joon-Ho juga menyelipkan beragam tema satir yang kerap menjadi ciri khas film-filmnya.
Kali ini, sutradara peraih 3 Oscars tersebut mengangkat tema kolonialisme yang digambarkan jelas ketika Marshall dan Ylva menyebut penduduk asli Nifleheim sebagai “Creepers” atau sesuatu yang menjijikan dan bertindak semena-mena terhadap mereka. Masih ada sedikit tema fasisme dan pembagian kelas-kelas, namun tidak sekental di “Snowpiercer” ataupun “Parasite“.
Jika kamu penasaran dengan film terbaru Bong Joon-Ho ini, langsung saja saksikan dibioskop-bioskop terdekat di Indonesia!
Jangan lupa untuk LIKE kita di Facebook, Follow Twitter dan Instagram TipsPintar.com. Ditambah lagi, biar gak ketinggalan video-video menarik dari kita, jangan lupa Subcribe YouTube Channel TipsPintar.com
